PETA INDONESIA

PETA INDONESIA

Sabtu, 26 Maret 2011

Bahasa Dayak yang Mulai Pudar

OLEH MARVY FERDIAN A. SAHAY


Pada awalnya, dalam lingkupan sosial masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, bahasa yang digunakan adalah bahasa Dayak. Dalam hal ini terdapat beberapa macam bahasa Dayak, seperti bahasa Dayak Ngaju, bahasa Dayak Maanyan, Dusun, Bakumpai, dan lainnya. Dari beberapa jenis bahasa tersebut, bahasa Dayak Ngaju boleh dikatakan adalah bahasa yang paling populer di Kalimantan Tengah. Kata populer disini dalam artian bahwa hampir kebanyakan masyarakat Kalimantan Tengah, baik dari hulu ke hilir, dari barat ke timur di seluruh wilayah Kalimantan Tengah mengerti bahasa Dayak Ngaju. Boleh dikatakan bahwa bahasa Dayak Ngaju merupakan bahasa pengantar (lingua franca) di Kalimantan Tengah.

Tapi seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan bahasa Dayak Ngaju sebagai bahasa pengantar semakin berkurang, khususnya di kalangan generasi muda. Penggunaan bahasa Dayak bahkan kalah dengan penggunaan bahasa Banjar yang notabene adalah bahasa pengantar provinsi tetangga (Kalimantan Selatan). Fenomena ini sangat dominan terlihat dalam kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Kalimantan Tengah. Sebagai contoh, dalam sebuah lingkungan sekolah, jelas sekali diketahui bahwa hampir 90% warga sekolah berinteraksi menggunakan bahasa Banjar, entah itu antar murid, antar guru, atau guru dan murid. Padahal jelas-jelas mayoritas warga sekolah adalah orang asli Dayak, tetapi ironisnya yang menggunakan bahasa Dayak hanya segelintir orang saja.

Dalam fenomena ini, saya melihat adanya beberapa faktor yang mempengaruhi lunturnya pemakaian bahasa Dayak dalam kehidupan sosial masyarakat di dalamnya. Faktor-faktor tersebut, antara lain:

  1. Kurangnya kemauan dari generasi muda Dayak untuk mempelajari bahasa Dayak.
  2. Adanya stereotif di kalangan masyarakat, khususnya dari kalangan anak muda bahwa bahasa Dayak itu tidak mencerminkan suatu kemodernan.
  3. Kurangnya penghargaan dari masyarakat terhadap bahasa daerahnya sendiri, dalam hal ini bahasa Dayak.
  4. Bahasa Dayak tidak 'mendominasi' pasar. Dalam suatu bahasan ilmu antropologi dijelaskan bahwa, bahasa yang mendominasi suatu daerah awalnya adalah bahasa yang mendominasi dalam lingkungan pasar di daerah tersebut. Sebagai contohnya, di Lampung bahasa pengantarnya adalah bahasa Padang, karena para pedagang di pasar didominasi oleh para pendatang dari Padang. Hal ini juga terjadi di Kalimantan Tengah, mayoritas pedagang yang berjualan di pasar adalah dari suku Banjar, maka otomatis mereka berinteraksi dengan sesama pedagang atau dengan pembeli menggunakan bahasa Banjar, yang kemudian terbawa hingga ke lingkungan di luar pasar.

Sebenarnya tidak sulit untuk mengembalikan budaya berbahasa Dayak. Hanya diperlukan kesadaran dari setiap individu masyarakat. Toh, tidak ada ruginya kita berbahasa Dayak. Tidak ada itu stereotif “tidak gaul”, atau gengsi berbahasa Dayak. Karena bahasa pengantar masyarakat Dayak sekarang pun sebenarnya adalah bahasa daerah. Untuk itu, marilah kita biasakan berbahasa Dayak, paling tidak dari lingkup terkecil seperti keluarga. Mari lestarikan budaya leluhur kita. Ayu itah habasa Dayak!

Tidak ada komentar: